Nasi Tiwul, Makanan Kelas Bawah yang Digemari Kelas Atas

banner 468x60

Pangkalan Bun, KNews – Soal rasa, lidah tak bisa dibohongi, ragam masakan nusantara siap memanjakan selera dan salah satunya nasi tiwul. Namun belakangan ini kehadiran masakan itu mampu mengundang masyarakat dari smeua kalangan, khususnya kelas atas berbondong-bondong demi mencicipi makanan yang bahan baku utama tanaman singkong itu.

Nasi tiwul sejatinya merupakan masakan zaman dulu yang biasanya hanya dikonsumsi oleh mereka yang berada di kelas bawah atau kasarnya orang-orang miskin yang tidak mampu membeli beras.

banner 336x280

Dikutip dariĀ https://id.wikipedia.org/wiki/Thiwul Tiwul atau thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan dan Blitar dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.

Tiwul dibuat dari gaplek. Sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit maag, perut keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang dan sekarang tiwul dibuat jadi tiwul instan.

Dari Kebumen, Banyumas dan Cilacap dikenal penganan serupa yang disebut oyek. Meskipun sama-sama berasal dari gaplek, kedua jenis makanan ini berbeda dalam proses pembuatannya, sehingga rasanya pun sedikit berbeda.

Di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) meski bukan masakan asli, belakangan ini mampu menyihir selera masyarakat setempat untuk mencicipinya. Berbicara tentang nasi tiwul, masyarakat bumi Marunting Batu Aji tentunya ingat dengan satu tempat, warung yang dikenal menghadirkan menu utama nasi tiwul, berada di Desa Kumpai Batu Atas, Kecamatan Arut Selatan (Arsel).

Sariyanto, seorang pria yang nekad membuka usaha warung makan Nasi Tiwul ini menceritakan asal mula dirinya membuka kuliner nasi tiwul itu. Berawal dari memanfaatkan kebun rambutan miliknya pada tahun 2004. Ia membuka kuliner nasi tiwul yang tadinya hanya sebagai pelengkap makan ketika musim panen rambutan di kebun miliknya.

Hebatnya, jika dulu hanya sebagai pelengkap, kini nasi tiwulnya justru lebih manis dari rambutan miliknya. Wajar saja, kuliner yang dibukanya dengan modal nekad itu berhasil menghipnosis masyarakat untuk datang dan tentu saja pemasukannya yang melebihi rasa manis rambutan.

Sariyanto menyebut pelanggan yang datang di tempatnya tak hanya menikmati rasa dari makanan nasi tiwul saja, tentunya lidah para pelanggan akan semakin dimanjakan dengan suguhan buah rambutan yang manis rasanya dan yang paling asyik juga ada buah durian.

Singkat cerita, Sariyanto tak menampik jika nasi tiwul miliknya menjadi idola masyarakat. Dengan pelanggan tak hanya di Kabupaten Kobar saja, Sariyanto membeberkan pelanggannya tak hanya dari lokal saja, tapi ada dari Luar pulau juga.

“Setiap ada acara ada pelanggan dari Jakarta yang memesan tentunya lewat pesawat mengirimnya, ujar Sariyanto sambil senyum bangga. ( Yusro/KNews-3)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *