JAKARTA, Kotawaringin News – PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), anak perusahaan PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN) Tbk., dituduh melakukan penambangan dan atau pengangkutan batu bara secara illegal. Tudingan itu disampaikan setelah pihak dinas ESDM bersama tim gabungan Pemprov Kalimantan Tengah melakukan kunjungan dinas ke lokasi pertambangan dan pelabuhan PT AKT.
Tak tinggal diam, PT BORN pun menyoalkan tudingan tersebut. Manajemen perusahaan di bawah pimpinan Samin Tan itu menyayangkan keputusan aneh regulator di Kalteng. Manajemen perusahaan itu pun mengaku dirugikan akibat ketidakpastian kebijakan pemerintah setempat. Meski begitu, perusahaan dan anak usahanya, PT AKT, yang bergerak di bidang usaha pertambangan di Kalimantan Tengah itu, tetap berjalan normal.
“PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) tetap beroperasi secara normal dan melakukan kegiatan penambangan maupun pengangkutan batu bara hasil penambangannya,” kata Direktur BORN, Kenneth Raymond Allan, Kamis (15/3/2018).
Menurut Kenneth, normalnya operasional AKT berdasarkan putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menginstruksikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Pengakhiran kerja sama kepada AKT.
Seperti diketahui, BORN dan AKT menerima surat Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM tanggal 19 Oktober 2017, pada 2 November 2017, berisi, putusan sepihak yang mengakhiri Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) antara AKT dan Pemerintah Indonesia. Putusan tersebut berdasarkan surat Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalteng, yang menuduh AKT melakukan penambangan dan atau pengangkutan batu bara secara tidak sah.
”Tuduhan yang tidak berdasar, menyesatkan, dan sangat merugikan perseroan,” kata Kenneth Raymond Allan dalam keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (14/3/2018).
Tim gabungan terpisah dari Pemprov Kalteng juga mengunjungi terminal khusus PT Artha Contractors yang melayani jasa kepelabuhanan batu bara hasil penambangan AKT, di Desa Damparan, Barito Selatan, Kalteng.
Dasarnya surat Dinas Perhubungan Kalteng, 12 Maret 2018, tentang Surat Teguran kepada Artha Contractors untuk menghentikan kegiatan bongkar-muat sehubungan dengan hasil produksi AKT. Alasannya, terminal transit khusus itu tidak diizinkan untuk melayani jasa bongkar-muat batu bara milik umum.
Menyikapi tuduhan kedua itu, Kenneth menegaskan, terminal khusus dimaksud tidak melayani kepentingan umum. Keberadaan dan operasional terminal khusus termasuk pelayanan yang diberikan kepada AKT, kata dia, telah memeroleh izin lengkap dan mutakhir dari instansi-instansi pemerintah, dan memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan dan izin dimaksud di antaranya Peraturan Gubernur Kalteng nomor 15 tahun 2012 dan Surat Rekomendasi Gubernur Kalteng nomor 540/1077/EK tanggal 28 November 2012 tentang penetapan terminal khusus PT Artha Contractors. Izin operasi terminal khusus diberikan oleh Menteri Perhubungan RI kepada PT Artha Contractors antara lain berdasarkan Pergub Kalteng dan Surat Rekomendasi Gubernur Kalteng itu.
Perseroan sangat menyayangkan dan dirugikan dengan dikeluarkannya Surat Teguran dan Permohonan Pencabutan Izin Operasi Terminal Khusus dimaksud. Sekali lagi, kata Kenneth, penyelenggaraan jasa bongkar-muat batu bara hasil produksi AKT oleh Artha Contractors telah sesuai perizinan yang diperoleh dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*).