JAKARTA, Kotawaringin News – Manajemen PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN) Tbk., meminta semua pihak mematuhi proses hukum dalam persoalan yang membelit anak perusahaannya, PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT). Dalam Persidangan 13 Desember 2017, Majelis Hakim PTUN mengabulkan permohonan Putusan Sela yang diajukan AKT. Intinya, memerintahkan tergugat (ESDM) menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 3714K/30/MEM/2017 tanggal 19 Oktober 2017.
“Itu artinya, kami, PT AKT berhak menjalankan usaha pertambangan di Kalimantan Tengah. Karena itu, jajaran kegiatan manajemen dan karyawan PT Asmin Koalindo Tuhup di lapangan tetap berjalan normal,” kata Direktur PT BORN, Kenneth Raymond Allan, Sabtu (17/3/2018).
Sebagai wujud kepatuhan perseroan, menurut Kenneth, pihaknya meminta semua pihak menunggu akhir perjalanan gugatan yang sedang berjalan di PTUN. Ia berjanji mengikuti apapun keputusan akhir majelis hakim kelak. “Kita semua bersabar saja menunggu majelis hakim bekerja, dengan bukti-bukti yang diajukan para pihak.”
Karena itu pula PT BORN Tbk., menyoalkan keputusan regulator di Kalimantan Tengah (Kalteng), yang dinilai aneh. Mereka menganggap pemerintah tidak mematuhi hukum, seperti tertuang dalam putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang memerintahkan tergugat (ESDM) menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri ESDM, tentang pengakhiran Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Baca juga : DITUDING ILLEGAL, PT BORN MENYOAL KEPUTUSAN ANEH REGULATOR DI KALTENG
https://kotawaringinnews.co.id/dituding-illegal-pt-born-menyoal-keputusan-aneh-regulator-di-kalteng/
Manajemen PT BORN-PT AKT mengaku dirugikan akibat ketidakpastian kebijakan pemerintah setempat. Manajemen perusahaan di bawah pimpinan Samin Tan itu, mengaku dirugikan akibat ketidakpastian kebijakan pemerintah setempat. Karena itu, kata Kenneth, PT AKT akan tetap beroperasi secara normal dan melakukan kegiatan penambangan maupun pengangkutan batu bara hasil penambangannya.
“Kami memiliki tanggung jawab untuk terus menjalankan roda perusahaan, untuk menjalankan tanggung jawab sosial, dan profesional,” kata Kenneth Raymond Allan.
Sebagai informasi, AKT adalah pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi ke-3, dengan konsesi tambangnya di Kabupaten Murung Raya, wilayah yang terletak di ujung utara Provinsi Kalimantan Tengah. AKT mulai berproduksi secara komersial tahun 2009. “Jadi, kami bukan orang baru di Kalimantan. Kami sudah lama mengabdi di Kalteng, menampung ribuan tenaga kerja, terbesar warga lokal.”
Kenneth menjelaskan, tidak seperti kebanyakan perusahaan tambang lainnya, dalam menjalankan operasinya AKT tidak menggunakan kontraktor pertambangan. Pekerja tambang, yang pada puncaknya mencapai 4.000 orang, kata dia, seluruhnya karyawan AKT, sekitar 60% di antaranya penduduk sekitar. Warga lokal itu, dididik dan dilatih sehingga menjadi tenaga terampil.
Keseriusan AKT mendidik dan melakukan pelatihan kepada warga sekitar tambang, yang taraf pendidikannya kebanyakan SD-SMP, urai Kenneth, dapat dilihat dari fasilitas training center yang dibangun di lokasi.
Keberadaan operasional AKT, selain membuka lapangan pekerjaaan bagi ribuan penduduk sekitar tambang, juga membuka peluang berusaha bagi warga sekitar.
“Tercatat ada ratusan supplier lokal yang memasok baik jasa maupun barang ke AKT,” pungkas Direktur PT BORN, Kenneth Raymond Allan. *
Komentar