Alex Gunawan
Kotawaringin News, Lamandau – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lamandau Budi Rahmat menegaskan bahwa filosofi dana desa bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga, semua pekerjaan yang didanai oleh dana desa harus melibatkan masyarakat desa.
“Filosofi dari dana desa ini untuk pemberdayaan masyarakat desa, jadi tidak boleh dilaksanakan oleh kontraktor. Kalau dikerjakan orang luar kapan masyarakat desa bisa sejahtera,” kata Budi saat kegiatan kunjungan kerja dalam daerah (reses) DPRD Kabupaten Lamandau, Dapil I Tahun 2018 di Desa Bukit Indah, Kecamatan Bulik, Sabtu (15/12/2018).
Ia melanjutkan kepala desa bukan ketua desa. Artinya, kepala desa (kades) punya hak veto. Sehingga, kades berhak menolak jika ada kontraktor ingin mengerjakan pekerjaan yang didanai oleh dana desa.
“Kepala desa ini bukan ketua, seperti ketua koperasi misalnya, itu sifatnya kolektif kolegial, kalau ketua itu punya hak veto, kalau kades tidak berani menolak (kontraktor), mundur saja, ” tegas dia.
Di tempat yang sama, BPD Arga Mulia Kornelius Edison menyampaikan untuk melaksanakan pekerjaan di desa, ada dua masalah yang dihadapi. Pertama, masalah sumber daya manusia (SDM). Kedua, aturan soal upah kerja yang tidak cocok untuk wilayah Lamandau.
“Kalau yang pertama masih bisa kita atasi, namun yang kedua ini, aturan upah kerja untuk dana desa ini hanya Rp60 ribu per hari, tidak bisa seperti di perkebunan misalnya Rp110 ribu per hari. Kami mohon agar bisa dirubah aturan ini,” ungkap dia.
Anggota DPRD Lamandau asal Partai Persatuan Pembangunan HM Gujaliansyah menjelaskan aturan soal upah kerja tersebut sudah ditetapkan Kementerian Desa. Sehingga, untuk merubahnya harus ada upaya ekstra dari bawah.
“Soal upah kerja itu sudah ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pak Bupati pun tidak akan bisa merubah. Kita akan coba buat usulan supaya upah kerja itu dibuat zona-zona. Jadi harganya tidak Rp60 ribu per hari. Harga itu cocok kalau di Jawa sana, kalau di tempat kita tidak sesuai, ” cetus dia. (AGN)
Komentar