Bayu Harisma
Lamandau, Kotawaringin News – Pagi itu, Selasa (9/1/2018), saya memiliki kesempatan untuk mendatangi situs sejarah penerbangan di Desa Penyombaan Kecamatan Delang Kabupaten Lamandau.
Tak sendiri, saya mendatangi landasan udara Bukit Duri tersebut bersama Danlanud Iskandar Pangkalan Letkol Pnb Ade Fitra, Danpom Lanud Iskandar Lettu Hendra, Danramil Delang Kapten Asep, Perwakilan Polsek Delang Brigpol Horas Pakpahan, Camat Delang Semson Zakaria Rangka, Anggota DPRD Lamandau Ramlan, serta Anggota Komisi IV DPR RI H Hamdhani.
Bandara tersebut memiliki luas sekitar 70 hektare. Dulu, sekira 1961-1964 bandara tersebut mulai dibentuk. Pada 1966, kawasan yang banyak dicitrakan sebagai Bandara ‘Ganyang Malaysia’ tersebut, pun diresmikan. Sebetulnya, bandara tersebut dibuat sebagai pangkalan transit. Artinya, bandara itu digunakan untuk mengintai pergerakan Malaysia persemakmuran Inggris yang tengah berinvasi memperluas wilayahnya. Jadi, bandara tersebut bisa dipakai transit prajurit untuk mengawasi pergerakan Malaysia mengklaim wilayah Indonesia.
Ketika mengetahui, adanya pergerakan perluasan dari Malaysia itu, maka Pangkalan Udara Bukit Duri langsung melaporkan ke pusat komando supaya mengirim prajurit untuk menggebuk mundur penginvasi wilayah Indonesia tersebut.
Bandara tersebut dibangun oleh sejumlah prajurit TNI AU yang dikomandoi Gusti Dumai bersama masyarakat Desa Penyombaan. Selain memiliki landasan pacu sepanjang 800 meter, Bandara ‘Ganyang Malaysia’ itu dibangun tempat tinggal para prajurit yang bertugas mempertahankan kedaulatan NKRI.
Bahkan, bandara tersebut juga digunakan untuk lokasi pendaratan Helikopter. Saat 1972, masyarakat sekitar terserang penyakit muntaber. Pemerintah pun memberikan bantuan obat yang dibawa menggunakan Helikopter jenis Glatik. Sama halnya, Tahun 1980, pemerintah juga menggunakan landasan pacu Bandara Bukit Duri ini untuk pendaratan Helikopter yang membawa bantuan obat-obatan bagi masyarakat Delang. “Iya dulu banyak masyarakat yang terjangkit muntaber. Ada bantuan obat yang dibawa kapal (Helikopter) Glatik,” ujar Mantir Adat Desa Penyombaan Panca.
Senada, ahli waris lahan di kawasan Bandara Bukit Duri, Kimi G mengatakan, wilayah ini merupakan aset TNI AU. Ahli waris tidak akan menggugat lahan seluas 70 hektare tersebut. Dulu, lanjut dia, TNI AU telah melakukan ganti rugi lahan tersebut kepada keluarganya sebesar Rp10 ribu. “Memang kelihatannya kecil. Tapi itu dulu. Dan kami dari ahli waris tidak akan menggugat.”
Sementara itu, Danlanud Iskandar Pangkalan Bun Letkol Pnb Ade Fitra mengatakan, bandara ini memiliki peran strategis dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. Karena itu, aset TNI AU ini harus dijaga kelestariannya. Sehingga, sejarah perjuangan bela negara tersebut tidak terlupakan.
“Kenapa dicitrakan Bandara Ganyang Malaysia? Karena dulu, untuk memompa semangat bela negara. Maka Presiden Soekarno membuat kata-kata pengobar semangat juang seperti Ganyang Malaysia, Inggris di linggis, Amerika kita setrika. Makanya bandara ini dicitrakan itu.”
Saat ini, lanjut Ade Fitra, kawasan tersebut situs sejarah. Dia pun memperbolehkan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan lahan tersebut. Asal, kata dia, masyarakat tidak mengklaim bahkan menguasai kawasan tersebut.
Senada, Anggota DPR RI H Hamdhani, bandara Bukit Duri ini merupakan situs sejarah penting yang berada di Lamandau. Dia pun berharap, masyarakat bisa ikut menjaga situs sejarah ini. Sehingga, cerita perjuangan mempertahankan wilayah NKRI dari klaim Malaysia bisa terjaga. Hal ini dapat memacu rasa nasionalisme para penerus bangsa.
Selain itu, berdasarkan restu TNI AU, masyarakat bisa memanfaatkan kawasan itu untuk mencari rezeki. Lahan tersebut bisa ditanami macam-macam tanaman sebagai sumber penghasilan masyarakat. “Udara di sini masih bagus. Bisa untuk tanaman kopi, kakau bahkan teh. Ini bisa dikembangkan menjadi prodak sendiri khas Kecamatan Delang Kabupaten Lamandau. Kami akan upayakan untuk membantu anggaran pusat untuk pemanfaatan penanaman tanaman di wilayah ini,” pungkas Politisi Partai NasDem ini. (KNews-1)