Kridit Lesu, Uang Triliunan Nganggur di Bank, Ini Tanggapan Mukhtarudin

banner 468x60

Kotawaringin News, Kotawaringin Barat – Uang triliunan nganggur di Bank, setidaknya ada Rp 1.200 triliun dana yang mengendap di perbankan yang belum tersalurkan sebagai kredit, disebabkan oleh permintaan kredit yang masih melemah akibat pandemi Covid-19, Senin (30/11/2020).

Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Sunarso, bahwa pandemi menyebabkan perminatan kredit baru mengalami kontraksi. Sampai Oktober, kredit perbankan hanya tumbuh 0,47% menjadi Rp 5.480 triliun, meski trennya membaik dari Spetember yang hanya tumbuh 0,12% atau menyalurkan kredit senilai Rp 5.531 triliun.

banner 336x280

Jumlah tersebut mengacu pada rasio pinjaman terhadap simpanan bank atau loan to deposit ratio/LDR yang pada Oktober ini cukup longgar di level 82,79%. Sedangkan, pada kondisi normal sebelum adanya pandemi, LDR bank berada di level 92%. Sehingga, ada selisih sekitar 10%.

Diyakini, sektor UMKM jadi sektor yang diperkirakan pulih lebih cepat ketimbang sektor korporasi, ketika pembatasan aktivitas dilonggarkan sedikit, cepat pulih, yang waspada segmen menengah dan korporasi yang kena belakangan, saya gak yakin bisa cepat pulih, kata Sunarso.

Anggota DPR RI Komisi Vl, Muktarudin langsung menanggapi hal ini, ia mengatakan bahwa LDR/ Dana mengendap sebesar Rp.1200 T tidak tersalurkan dalam bentuk kredit karena perminatan kredit baru mengalami kontraksi, disebabkan karena aktivitas bisnis terhambat karena pembatasan sosial yang menyebabkan banyak UMKM terdampak hingga gulung tikar”, katanya.

Lebih lanjut, menurutnya, besarnya LDR tersebut mengindikasikan masyarakat masih terpukul aktivitas bisnisnya karena efek Covid-19. Masyarakat/ nasabah yang lebih memilih memarkir dananya di perbankan, sehingga dana yang seharusnya untuk berputar dikegiatan sektor riil akan terhambat.

“Karena kondisi darurat seperti saat ini, mendorong pertumbuhan kredit terlalu tinggi tidak cukup bagus, baik buat debitur maupun perbankan, karena potensi menjadi kredit macet sangat tinggi”.

Mukhtarudin meminta, pihak Bank harus bisa mendorong percepatan dan kemudahan kredit pada sektor-sektor yang masih tumbuh positif hingga saat in antara lain, sektor informasi dan komunikasi, pertanian, administrasi pemerintahan, jasa pendidikan, real estate, jasa kesehatan dan pengadaan air, terangnya.

Normalnya, negara-negara yang mengalami kenaikan simpanan, maka bank sentral akan memangkas lebih besar lagi suku bunga acuannya, agar insentif menabung berkurang dan Deposan beralih ke sektor riil, ucap Mukhtarudin. (yusbob)

banner 336x280