Bayu Harisma
Kotawaringin News, Jakarta – Bupati Kabupaten Lamandau, H Hendra Lesmana diundang Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardana, di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Selain H Hendra Lesmana, rapat koordinasi untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut juga mengundang Kepala Kantor Petanahan Kabupaten Lamandau, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan PT Sawit Mandiri Lestari.
Undangan rapat koordinasi tersebut merujuk pada Laporan Komunitas Laman Kinipan kepada KSP melalui Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), soal konflik wilayah adat di Kecamatan Batang Kawa Kabupaten Lamandau.
Bupati Lamandau, H Hendra Lesmana mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lamandau berkomitmen menyelesaikan konflik agraria antara PT SML dan Komunitas Adat Laman Kinipan. Namun, penyelesaian konflik tersebut harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan serta hukum yang berlaku di negeri ini.
Mewakili Pemkab Lamandau, H Hendra Lesmana menyampaikan sejumlah point penting dalam rapat koordinasi tersebut. Dia memaparkan, berdasarkan surat edaran KLHK Nomor: SE.1/MENLHK-II/2015, PERMEN LHK NOMOR P. 32/MENLHK-SETJEN/2015 Tentang Hutan Adat, menerangkan bahwa setiap hutan adat harus memiliki SK Hutan Adat yang diserahkan oleh Presiden RI, sebagai pengakuan resmi dari Negara.
Sementara itu, sertifikat wilayah adat yang dikantongi Komunitas Adat Laman Kinipan Nomor 0069/ 65/ III-2017/ BWRA-F036 Tanggal 24 Juli 2017, tidak dapat menjadi dasar pengelolaan wilayah adat. “Setelah kami baca dan teliti setiap dokumen-dokumen, sertifikat wilayah adat yang dimiliki Komunitas Adat Laman Kinipan itu hanya bukti verifikasi wilayah adat, bukan tanda bukti kepemilikan.”
Dia melanjutkan, legalitas Komunitas Adat Laman Kinipan pun diragukan. Betapa? Kominitas Adat Laman Kinipan tidak terdaftar secara resmi di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lamandau. “Berdasarkan Surat Keterangan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lamandau Nomor: 220/485/KSB-X/2018, kepengurusan Komunikasi Adat Laman Kinipan belum terdaftar secara resmi.
Terlebih, kata Hendra, klaim Komunitas Adat Laman Kinipan tidak berdasar. Setelah dilakukan Overlay dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), terhadap peta tata batas wilayah Kabupaten Lamandau luasan wilayah indikatif yang diklaim Komunitas Adat Laman Kinipan masuk ke dalam wilayah Desa Karang Taba Kecamatan Lamandau.
Selain itu, kata dia, sekurangnya delapan desa di wilayah Lamandau merasa keberatan dengan aksi penguasaan lahan secara sepihak yang dilakukan oleh Komunitas Adat Laman Kinipan yang dipimpin Effendi Buhing. Delapan desa tersebut yakni Desa Penopa, Desa Samu Jaya, Desa Cuhai, Desa Kawa, Desa Tapin Bini, Desa Tanjung Beringin, Desa Suja dan Desa Karang Taba.
Dia menilai, penguasaan sepihak oleh Effendi Buhing cs yang tergabung dalam Komunitas Adat Laman Kinipan tersebut mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan kebun plasma kelapa sawit yang telah disepakati dengan perusahaan. Masyarakat desa melalui koperasi telah sepakat dengan surat perjanjian kerjasama pembangunan plasma dengan PT Sawit Mandiri Lestari.
“Keputusan Pemkab Lamandau itu harus mempertimbangkan berbagai hal. Selain mengakomodir keberatan dari Komunitas Adat Laman Kinipan pimpinan Effendi Buhing, Pemkab Lamandau juga tentu harus mempertimbangkan nasib sekitar 3.500 kepala keluarga di delapan desa yang akan menerima manfaat secara langsung dari keberadaan investasi perusahaan SML.”
Sementara itu, Abetnego Tarigan, staf KSP yang bertindak sebagai moderator pertemuan meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau memfasilitasi pertemuan Komunitas Adat Laman Kinipan dengan PT.SML pada Bulan November mendatang, dengan mengundang KPS dan PB AMAN.