Kotawaringin News, Lamandau – Festival Budaya Babukung tahun 2023 telah usai digelar, namun tidak sedikit masyarakat yang belum mengetahui makna dan nilai filosofi dibalik kegiatan yang telah masuk Kharisma Event Nusantara atau KEN pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI itu.
Dibalik pelaksanaan Festival Budaya Babukung, ternyata tari Babukung mempunyai sisi historis dan muatan filosofis yang sangat luhur, terutama dalam pergumulan masyarakat adat Dayak Tomun yang banyak mendiami wilayah Kabupaten Lamandau dengan kepercayaan Kaharingan.
“Tari Babukung sejatinya bukan hanya merupakan sebuah pertunjukan seni produk adat asli masyarakat Dayak Tomun yang merupakan warisan nenek moyang yang ada di Bumi Kalimantan, tetapi ada nilai filosofi yang tinggi terkandung di dalamnya,” terang Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Bulik, Biris saat dibincangi pada Minggu, 13 Agustus 2023.
Disebutkannya, masyarakat Dayak Tomun melaksanakan tradisi Babukung, ketika salah satu kerabat pemeluk kepercayaan Kaharingan meninggal dunia. Tradisi ini yakni menari dengan ciri khas penggunaan topeng yang dalam bahasa lokal disebut Luha. Umumnya topeng ini berkarakter hewan seperti burung, kelelawar, kupu-kupu, owa-owa, bahkan hewan imajiner naga.
Pelaksanaan Babukung akan berlangsung dalam waktu yang berbeda-beda, tergantung pada keputusan keluarga duka. Hitungannya selalu ganjil, mulai dari tiga hari, tujuh hari, atau dua puluh satu hari.
“Acara adat kematian suku Dayak yang banyak dikenal adalah Tiwah. Jika Tiwah itu dilakukan setelah jenazah dikuburkan, maka tari Babukung dilakukan saat jenazah disemayamkan atau sebelum jenazah dikubur,” terangnya.
Dikatakannya, setidaknya ada dua pesan moral yang terkandung dalam kegiatan Babukung, yakni tentang gotong royong yang tercermin dalam bantuan materil kepada keluarga yang ditinggal dan tentang kesetiakawanan yang dituangkan dalam bentuk menghibur mereka yang bersedih dengan tabuhan musik dan liukan tari.
Memang hampir disetiap acara adat Dayak erat kaitannya dengan seni, baik seni musik maupun tari. Namum pada tradisi Babukung sendiri ada tambahan pembeda, yaitu seni rupa topeng dan tata busana, bahkan ada pula unsur seni teater.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Lamandau, Hendroplin Misen mengungkapkan, gelaran Festival Budaya Babukung merupakan langkah konkret untuk mengangkat kandungan seni dalam tradisi Babukung menjadi suguhan pertunjukan yang dapat dinikmati tidak hanya pada acara kematian saja.
Untuk itulah Festival Budaya Babukung digelar secara rutin di Nanga Bulik Kabupaten Lamandau, kekayaan seni Babukung dituangkan dalam berbagai materi acara yang sangat menarik untuk dinikmati seperti karnaval topeng, pagelaran tari topeng, lomba menggambar dan mewarnai topeng, serta pentas musik etnik.
“Berbagai kegiatan dan pertunjukan ritual adat Dayak Tomun di Festival Babukung ini tidak mungkin ditemukan di daerah lain,” pungkasnya.(BH/din)