Kotawaringin News, Lamandau – Sore itu, sekurangnya 11 warga Desa Penopa, mendatangi kantor Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) Kabupaten Lamandau. Rona wajah mereka terlihat kusam, mencari tempat mengadu, berkeluh kesah. Mengeluhkan soal minimnya perhatian dan tanggung jawab Union Sampoerna Triputra Persada (USTP) Group kepada warga Penopa. Pun demikian, mereka menaruh kecurigaan terhadap aktivitas USTP Group yang melanggar regulasi.
Berbekal Surat Keputusan Kepala Desa Penopa Nomor : 141/18/PN/Kpts-V/2021 tentang Tim Investigasi dan Penyelesaian Lahan Potensi Desa dengan PT Graha Cakra Mulia (GCM), anak perusahaan USTP Group, 11 warga tersebut meminta pendampingan Batamad Lamandau.
Setidaknya ada tiga poin yang mereka tuntut dari USTP Group. Pertama, diduga adanya perambahan hutan potensi Desa Penopa oleh PT GCM, anak perusahaan USTP Group. Karenanya, perusahaan harus menyerahkan hutan potensi desa tersebut ke Pemdes Penopa. Kedua, menuntut kejelasan plasma Desa Penopa dari GCM. Diketahui, sejak beroperasi –GCM Agustus 2007 take over dari PT Kulim–, hingga kini belum merealisasikan plasma bagi warga Penopa. Ketiga, menuntut komitmen PT GCM untuk menjalankan Perda Kabupaten Lamandau nomor 15 tahun 2017, sekurangnya mempekerjakan tenaga kerja lokal sebanyak 50% dari jumlah keseluruhan karyawan perusahaan.
Menurut Ketua Tim 11 Desa Penopa, Titijon Papeles, berbagai upaya telah dilakukan oleh warga desa untuk menuntut setiap hak mereka. Namun, hingga kini PT GCM USTP Group tak mengindahkannya. Manajemen PT GCM USTP Group sering memberikan janji-janji palsu. Janji, tanpa realisasi. Lihat saja, kata dia, sudah belasan tahun perusahaan tersebut beroperasi, namun warga sekitar masih banyak yang tak sejahtera. “Kadang saya merasa, kita terus-terusan dibohongi oleh perusahaan. Janji-janji manis saja mereka. Belasan tahun mana ada plasma. Parah memang, lahan hutan potensi desa juga ada dugaannya mereka rambah. Kami ini, warga kampung yang bekerja di sana, ditekan. Kesalahan sedikit, mereka main pecat.”
Dia melanjutkan, demikian juga dengan CSR yang tak jalan. Dari dulu, kebanyakan warga inginkan adanya bantuan CSR berbentuk kebutuhan dasar yakni listrik dan air bersih. Namun, hingga kini tak terealisasi. “Pengeramput. Pintar ngeramput sidanya tuh. Pembohong. Pintar bohong mereka (manajemen USTP Group) tuh.”
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, belum ada pihak perusahaan yang bersedia memberi keterangan meskipun sudah sering dihubungi via telepon. Pihak perusahaan yang biasanya ditunjuk komunikasi dengan insan pers di Lamandau seperti halnya Humas dan Manager CSR USTP, Alex Gunawan, juga tidak membalas chat Whats App sekalipun sudah terlihat tanda bahwa pesan berisi permintaan konformasi itu telah dibaca.
Teranyar, melalui pesan Whatsapp, Sabtu 19 Juni 2021, 06.12 WIB, telah dilakukan konfirmasi atas persoalan tersebut. Namun, hingga berita ini ditayangkan, Alex Gunawan tak membalas pesan tersebut meski terkonfirmasi contreng dua dan berwarna biru, sebagai tanda sudah dibaca.
Seperti diketahui, USTP memiliki dua anak perusahaan yang diduga merambah kawasan hutan. Keduanya, PT Sumber Mahardhika Graha (SMG) dan PT Graha Cakra Mulya (GCM).
Berdasarkan Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 6025/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017, di lokasi kedua perusahaan tersebut tampak terdapat lahan berstatus kawasan hutan. Di lokasi PT GCM, terdapat kawasan hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK). Sedangkan di lokasi PT SMG, terdapat kawasan hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK).
Rinciannya, di lokasi PT GCM terdapat HPT seluas 139,38 hektare, HP seluas 12,53 hektare dan HPK seluas 640,11 hektare. Artinya luas kawasan hutan yang diduga digarap PT GCM USTP Group seluas 792,02 hektare.
Sedangkan di lokasi PT SMG terdapat HP seluas 10,71 hektare dan HPK 763,67 hektare. Artinya luas kawasan hutan yang diduga digarap PT SMG USTP Group seluas 774,38 hektare.
Berdasarkan rincian tersebut, jumlah keseluruhan kawasan hutan yang diduga digarap kedua perusahaan dibawah bendera USTP Group itu seluas 1.566,4 hektare.
Selain diduga menggarap hutan, kedua perusahaan dibawah bendera USTP Group ini pun belum merealisasikan aturan 20 persen plasma dari luas hak guna usaha (HGU). Jika dihitung berdasarkan data peta tersebut, minimal luasan plasma yang harus disediakan oleh USTP Group ini 6.449,6 hektare dalam HGU. (BH/K2)