Kotawaringin News, Nasional – Erix Exvrayanto seorang wartawan yang bertugas liputan di area Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, kini dirinya bukan sekadar aktif menulis sebagai jurnalis, tapi juga menjadi penulis buku.
Bertepatan momentum Hari Pers Nasional (HPN 2024), pada Februari tahun ini Erix Exvrayanto baru saja menerbitkan sebuah buku berjudul: “Publisher Rights di Indonesia: Negosiasi terhadap Platform Digital, Upaya Penyehatan Ekosistem Bisnis Media Massa”.
Buku “Publisher Rights di Indonesia: Negosiasi terhadap Platform Digital, Upaya Penyehatan Ekosistem Bisnis Media Massa” karya Erix Exvrayanto ini mendapat sambutan positif dari Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu, SH., MS., kemudian Wakil Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya, lalu Ketua PWI Jawa Barat H. Hilman Hidayat, dan testimoni baik dari Dirjen IKP Kementerian Kominfo RI Usman Kansong, S.Sos., M.Si.
Buku “Publisher Rights di Indonesia: Negosiasi terhadap Platform Digital, Upaya Penyehatan Ekosistem Bisnis Media Massa” karya wartawan Pikiran Rakyat Kuningan, Erix Exvrayanto ini setebal 192 halaman dengan penerbit Deepublish Yogyakarta.
Dalam buku ini, Erix Exvrayanto menyebut kenapa Prasiden Jokowi harus menandatangani Perpres Media Sustainability, bukan tanpa alasan.
Dipaparkannya hasil penelitian Tesis yang mendasari terbitnya buku “Publisher Rights di Indonesia: Negosiasi terhadap Platform Digital, Upaya Penyehatan Ekosistem Bisnis Media Massa” ini, bahwa Pemerintah Indonesia dalam pertimbangan mengambil keputusan untuk membuat kebijakan “Perpres Media Sustainability” atau Publisher Rights yang relevan untuk iklim media di Tanah Air, bisa melakukan pendekatan pemikiran William D. Coplin (2003) dengan konsiderannya yakni kondisi politik dalam negeri, kondisi ekonomi dan militer, dan konteks internasional.
Menurutnya, melihat kondisi politik dalam negeri, disinyalir adanya tekanan yang mempengaruhi Pemerintah Indonesia dalam mengambil keputusan kebijakan Publisher Rights atau Media Sustainability sebagaimana hasil rumusan stakeholders pers Tanah Air. Yakni, pertama, dengan adanya suara dari masyarakat media yang berkembang dalam luapan komunikasi massa (misalnya opini-opini yang disuarakan wartawan/jurnalis di medianya).
Kedua, birokrat yang mempengaruhi seperti kecaman yang dilakukan oleh Dewan Pers, ataupun dari organisasi-organisasi profesi wartawan juga serikat perusahaan media sebagai konstituennya. Ketiga, adanya kepentingan nasional yang mempengaruhi terkait pemunculan bidang isu “feodalisme digital” maka pembuatan kebijakan Publisher Rights atau Media Sustainability sebagaimana hasil rumusan stakeholders pers Tanah Air adalah demi menjaga pencitraan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan berbudaya, serta kepentingan nasional yang berkaitan dengan masalah prosedural mengenai model bisnis perusahaan platform digital di Indoensia.
Keputusan yang diambil Pemerintah Indonesia jika menerbitkan kebijakan “Perpres Media Sustainability”, merupakan langkah yang tepat. Indonesia sebagai negara yang masih dalam proses berkembangnya pembangunan di bidang komunikasi dan informasi, baik dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi dan menyehatkan ekosistem bisnis media dalam negeri, maupun dalam hal stabilitas pertahanan dan keamanan, maka Indonesia tidak bisa lantas harus menggantungkan diri begitu saja kepada perusahaan platform digital asing tanpa pertimbangan yang jelas, karena sebagai negara berkembang yang masih tertinggal dalam hal penguasaan sistem perekonomian maupun keamanan.
Hal tersebut bisa dilihat semisal ketika negara kita masih terbelakang dalam perkembangan teknologi dan informasi, dengan kemutakhiran platform digital, pemerintah Indonesia akan sangat mudah untuk kecolongan data-data dan dokumen negara di luar batas kesadaran, terutama dengan tidak adanya pusat data di Indonesia, platform digital bisa memudahkan para oknum kejahatan, juga menjamurnya hoaks dan ujaran kebencian.
Dan, sudah saatnya pula militer Indonesia dilengkapi pula teknologi siber agar tidak adalagi serangan yang datang seperti ‘Bjorka’ yang pernah menggegerkan masyarakat. Oleh karena itu, faktor ekonomi dan faktor pertahanan & keamanan negara menjadi konsiderasi penting yang mempengaruhi dalam proses pembuatan kebijakan Publisher Rights atau “Perpres Media Sustainability” yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Kebijakan Publisher Rights atau “Perpres Media Sustainability” yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sangat penting guna keberlanjutan dan menjaga kemerdekaan pers Tanah Air dengan catatan harus yang relevan dengan iklim dan budaya media di Indonesia, juga untuk menjaga keamanan data dan informasi negara, serta menginginkan adanya keadilan usaha antara platform digital dengan Indonesia.
Kebijakan tersebut juga merupakan suatu bentuk respon dengan perbandingan analoginya dengan regulasi serupa yang dilakukan oleh masyarakat internasional. Dalam pengambilan kebijakan ini pun, Indonesia tidak untuk mencari dukungan dari negara-negara yang telah mengeluarkan kebijakan Publisher Rights terlebih dahulu, dan juga tidak bisa dikatakan sebagai keputusan yang latah, sebab Pemerintah Indonesia mempunyai peraturan dan perundang-undangan sendiri dalam membuat produk regulasi.
Apresiasi Stakeholder Pers
Ketua Dewan Pers mengungkapkan, implikasi praktis buku ini, memberikan sumbangsih positif bagi para pengelola media massa di Indonesia, di samping dapat mengetahui mengapa “Perpres Jurnalisme Berkualitas” harus diusulkan dan begitu urgen diterapkan sesuai kultur serta iklim media di Indonesia.
Bagi publisher atau penerbit yakni pengelola media massa Tanah Air, buku ini dapat menjadi gambaran untuk membuat model bisnis media massa yang adaptif, kolaboratif dan transformatif konvergensi media dalam menghadapi disrupsi yang ditimbulkan platform digital.
Buku ini juga di samping harapannya bisa menambah wawasan para pebisnis media dalam menyikapi disrupsi media baru, diharapkan dapat melengkapi literatur pustaka atau referensi bagi dunia pendidikan.
“Selamat Erix Exvrayanto untuk karya bukunya. Bagi pembaca, selamat menyemai pemikiran tentang perkembangan jagat media massa, semoga dapat membuahkan pandangan hingga kebaruan ide dan gagasan mendukung jurnalisme berkualitas di Indonesia,” ucap Ninik Rahayu.
Kemudian dituturkan Wakil Ketua Dewan Pers, bahwa pentingnya buku ini terletak pada kontribusinya yang sangat berharga dalam literatur yang berkaitan dengan media massa dan publisher rights di Indonesia. Buku ini bukan hanya menjadi panduan bagi mereka yang ingin memahami bagaimana iklim industri media massa di negara ini berjalan, tetapi juga menawarkan solusi konkret bagi pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan regulasi yang konkret terkait publisher rights yang relevan untuk iklim media di Indonesia sekaligus menjadi jalan terang untuk menyelamatkan industri media massa yang serba hegemonik dan monopsonis.
“Selamat Erix dan bagi pembaca, selamat menerima wawasan yang terkembang. Salam,” ucap Muhamad Agung Dharmajaya.
Diungkapkan Dirjen IKP Kementerian Kominfo Usman Kansong, mendambakan terjaganya jurnalisme berkualitas di tengah ekosistem bisnis media yang timpang ibarat menanam “padi di padang pasir.” Disadari atau tidak, platform digital telah menciptakan ketergantungan dan ketimpangan dalam ekosistem bisnis media.
“Publisher Rights dirancang untuk menciptakan ekosistem bisnis media yang berkeadilan dan berkesetaran demi merawat jurnalisme berkualitas. Buku ini kiranya membahas dari hulu ke hilir proses pembentukan publisher right tersebut,” katanya.
Sementara itu menurut Ketua PWI Jabar, bahwa buku ini memberikan perspektif tambahan bagi pengelola media tentang bisnis media masa kini. Juga masukan untuk perusahaan platform digital supaya lebih bertanggung jawab dengan melakukan perbaikan yang menjadi lebih saling menguntungkan dalam berbagai hal.
Buku ini diharap pula memberikan masukan bagi unsur-unsur masyarakat dan komunitas pers Indonesia tentang langkah-langkah terbaik yang perlu dilakukan demi menjaga ruang publik tetap menjadi wilayah yang beradab dan beretika.
“Selamat kepada Erix Exvrayanto yang telah menulis karya buku ini. Untuk para pembaca, semoga bisa memperoleh kebaruan pengetahuan yang bermakna dalam buku ini,” ucap Hilman Hidayat. (***/Rls)